Falisa's Story

freak myself out, cherry blossom girl...

      The Royal Kingdom

      Snowblithe

      The Highest King

      Bara Anggara

      The Sweetest Queen

      Caca Falisa

      Cherry-Wolf

      Blue Red

Thursday, September 17, 2009

Aku dan Cita-citaku

Posted by falisa |


Aku. Sebelum aku menceritakan lebih jauh tentang cita citaku, alangkah elok jika aku mengenalkan diriku, siapa aku. Aku penguntai manik manik cahaya, kurangkai sedemikian rupa hingga kisah hidupku menyerupai rasi bintang yang tak pernah berubah. Dalam keanggunan sinarnya, membawa kebahagiaan dalam sebuah keheningan. Ketabahannya menunggu malam tuk kembali bersinar, dan mengantarkan dunia dalam deruan sapa mentari. Aku, dalam sejuk untaian kisahku, berkawan dengan kabut, pelangi, mentari, angin, pasir, air dan bara. Kabut dengan sikapnya yang dingin, pelangi dengan keriangannya bersorak, mentari dengan ketulusannya menurunkan pedang pedang cahaya, angin dengan kesejukannya berhembus, pasir dengan keikhlasannya menampung gundah, air dengan ikatan persahabatan yang kuat dan bara dengan kehangatannya. Aku menyayangi orang-orang disekitarku, sebesar ledakan yang terjadi jika jupiter bertabrakan dengan matahari, seluas galaksi, sepanjang jembatan nebula, sedalam kerajaan atlantis. Aku mempertaruhkan apapun yang kumiliki bahkan nyawaku. Satu manik yang paling kutakuti bila teruntai dalam kisahku adalah benci. Aku tak bisa dibenci. Karna aku akan sangat rapuh bila seseorang mengatakan benci padaku, walaupun hanya lewat sorotan matanya. Karenanya aku sangat menjaga perasaan orang-orang disekitarku, membuat mereka nyaman berada di sekelilingku. Menebarkan serpih serpih kebahagiaan dalam hatinya, membuka lebar pikiran mereka, hingga masalah masalah terlepas bebas dari pikiran mereka, dan kemudian mencari jalan keluarnya dengan mudah. Aku memang bukan malaikat. Aku hanya sesosok tubuh berjiwa, yang memiliki sayap disalah satu sisiku dan tanduk di sisi yang lain. Aku memiliki nafsu akal dan pikiran diantaranya. Dan ketiga hal itulah yang mengendalikan diriku untuk menjadi sosok bertanduk, ataukah bersayap. Setidaknya seperti itu.Aku.

Semua mungkin terkesan biasa. Dan aku akan membuatnya menarik dengan bercerita tentang cita-citaku. Cita-citaku adalah mengejar impianku. Dua kata yang hampir semakna tetapi berbeda. Impian, impian yang menjadi cita-citaku terpendam jauh dalam celah-celah hati yang kemudian ketika ia muncul, akan terjadi percikan percikan api yang kemudian membesar menjadi kobaran semangat. Impian yang membangkitkan imajinasiku. Impian yang kemudian membawaku masuk dalam dunia baru ciptaanku. Mungkin beberapa orang berkesan aneh dengan impianku. Impian yang sama sekali tak terlihat, tak konkret bahkan sama sekali tak masuk akal.

Impian yang akan kukejar sebenarnya sudah melekat dalam jiwaku. Dan aku pun tlah menjadikannya seperti nyata. Impian yang sebenarnya sangat mudah dicapai bila seseorang percaya bahwa impiannya adalah nyata. Mencoba bagaimana meraih impian itu hingga menjadi nyata, dan membuka lebar lebar sudut pandang pikirnya. Impianku, pembawa cahaya saat aku terpejam kelam. Menegakkan kaki-kaki lemahku ketika lututku terlemas pilu. Membesarkan hati kecilku yang semakin mengkerut ketika ditempa problematika syahdu. Menebarkan sayap-sayap kedamaian ketika batinku beradu.

Impianku memiliki duniaku sendiri. Menciptakan suatu tempat, dimana aku bisa mengembangkan intuisiku. Sebuah kerajaan , dimana terbentang alam penuh cinta dan keajaiban. Tercipta dari tabir hati yang terdalam, dengan imaji yang terbuka lebar. Kemudian terbentuk oleh satu kekuatan kepercayaan. Aku memiliki itu dan kemudian aku mulai menciptakan duniaku. Aku menamainya, SNOWBLITHE. Serpih-serpih air meliuk-liuk mengikuti lintasannya yang berliku. Gemercik alirannya menceritakan kisah perjalanan yang menggiurkan, begitu indah. Seponggok tebing berdiri angkuh, menjadi benteng pertahanan kesucian Snowblithe. Bunga-bunga tersenyum ramah, gemulai menarikan tarian lembutnya yang mempesona. Padang hijau yang tak pernah kering menunjukkan keriangannya, bersedia menjadi permadani ketika melewati malam dan menjamah pagi. Hutan pinus yang menyimpan seribu rahasia dengan pepohonannya yang tak pernah tua. Rumah-rumah kecil beratap rumbia dihuni kurcaci penghitung bintang. Alam bawah batas tempat kita berpijak, air. Tepatnya danau. Disini, aku sering melepas sejenak masalah-masalah di dunia nyataku. Melupakan sejenak beban beban pikiranku. Mencari jalan keluar dengan ketenangan bisu. Kilauan air yang dibayangi sinar rembulan selalu membisikkan kata pelipur getir untukku. Aku sendiri menenggelamkan sedikit resah dalam tangis. Duduk di jejeran kayu yang tersusun rapi ditepian danau yang menjorok indah menuju pusatnya. Aku berada di ujung. Membiarkan kakiku menyentuh dinginnya air yang terlihat hangat. Menikmati sepi di duniaku sendiri. Biarkan dekat, menuju lekatnya peraduan. Mengadu pada air yang gelap. Berkaca pada kilau sang luna, menangis. Tangis adalah titian kasih yang mengalirkan gundah melalui pipi. Dan dengan itu aku mulai berpikir memecahkan masalah di dunia nyataku.

Cita-citaku adalah megejar impianku. Impian yang baru saja aku ceritakan. Memiliki dunia baru, ciptaanku. Dimana masalah masalah bisa dinetralisir dengan mudah. Dan aku selalu malekukannya dalam hidupku. Memandang suatu masalah, kejadian, dan menjalani hidupku dengan sudut pandang yang berbeda dengan orang lain. Sudut pandang yang akan dimengerti oleh orang-orang sepertiku. Hal sekecil apapun itu, akan menjadi besar dan menyenangkan. Masalah sebesar apapun itu akan terasa kecil dan mudah ditangani bila memandang dunia melalui mata yang membuka lebar pikiran dengan intuisi yang kuat dan dengan kepercayaan. Karna aku adalah penguntai cahaya dan impianku adalah pembawa cahaya maka jika keduanya menyatu, terajutlah cita-citaku untuk mengaplikasikan dunia imajinasiku dalam dunia nyataku, hingga keduanya berjalan beriringan menjadi untaian kehidupan yang menyenangkan. Dunia dimana aku bisa menjadi aku.

0 comments:

Subscribe